Aku sendirian dengan dunia ku, Aku terpuruk dalam kenangan pahit ku. Bagaimana tidak, aku terlahir dari rahim seorang pelacur dan aku harus menjadi seorang pelacur juga. Betapa tidak ada pilihan jalan untuk ku.

Dunia memusuhi ku, padahal aku tak bersalah. Dari kecil, aku sudah dibesarkan dalam lingkungan yang aku tidak mengerti. Hingga usia ku yang ke 15 tahun. Baru aku tahu, apa hina-hinaan orang yang mencela dan memaki ku. Bila aku datang ke lingkungannya.

Aku tidak diterima dalam lingkungan masyarakat, aku sudah ditolak meski masih dalam rahim ibu ku.
Aku tidak punya alasan untuk mengutuk ibu ku, yang menjadi pelacur. Aku tidak bisa memaki dan menghujat ‘Tuhan’. Karena, aku memang tidak mengenalnya. Bahkan, Dia tidak mengenal ku. Karena itu, mungkin, Dia membiarkan aku menjadi seperti ibu ku.Menjual tubuh untuk mempertahankan kehidupan.

Awalnya, aku bingung dan jijik dengan apa yang aku lakukan. Bahkan, sebelum aku benar-benar mengikuti jalan ibu ku. Aku sempat menolak beberapa lelaki hidung belang yang ingin ‘mencicipi’ tubuh ku.

Aku bukan barang pajangan atau barang yang seenaknya saja bisa dipegang dan dipermainkan sesukanya. Hingga kalian, hei, para hidung belang. Puas untuk memperlakukan tubuh ku, sesuka mu.
Namun, apalah arti diri ku, aku hanyalah anak sang pelacur jalanan dan akan menjadi seperti itu. Karena, tak ada seorang pun peduli dan memperhatikan ku. Apa yang ku lakukan salah atau tidak. Sebab, mereka sudah memvonis ku, begitu aku lahir dan besar.

Adil kah ini? Ini bukan kemauan ku, ini bukan salah ku. Seharusnya, aku menyalahkan kalian! Kenapa tidak membawa ku keluar dari lembah kelam, sebelum aku terjerumus kedalamnya.
Kalian hanya menonton dan menghina ku, tanpa mengetahui apa yang terjadi dan aku pun tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti? Aku pun bingung dengan apa yang ku katakan. Bagaimana, aku bisa mengatakannya pada kalian.

Yang ada, hanyalah kata-kata short time or full time, kepada para hidung belang yang lalu-lalang melewati jalanan yang menjadi salah satu tempat nongkrong ku. Sudah berkali-kali, aku ketangkap Dinas Sosial di kota, tempat aku lahir dan dibesarkan. Namun, aku selalu kembali kedalam dunia ku. Karena, aku sudah tidak tahu lagi harus bagaimana….

Hingga akhirnya, aku baru mengetahui aku terkena penyakit kelamin. Namun, aku tetap bekerja untuk bertahan hidup. Karena, siapa yang akan memberikan aku makan. Karena, setelah keperawanan ku dijual ibu ku. Lantaran banyak utang ke rentenir. Aku tidak pernah tahu lagi, dimana keberadaannya selama bertahun-tahun.

Apakah masih hidup atau sudah mati. Karena, hukum karma, Aku pernah baca, di dunia ini ada hukum karma. Apa memang benar? Karena aku tidak pernah tahu, apa itu hukum karma, apa itu hukum yang ada di kota ku.

Membaca saja, aku tidak tahu, apalagi mengetahui hal-hal seperti itu. Sebab, aku hanyalah anak seorang pelacur. Salah kah itu? Kenapa, tidak ada orang yang peduli dengan diri ku.
Mungkin nasib ku lebih baik, jika digugurkan, seperti bayi-bayi atau janin yang banyak dibunuh oleh orang tuanya sendiri. Pada saat didalam kandungan atau sudah keluar. Mungkin, itu lebih baik.

Tetapi dari dulu hingga sekarang, aku tidak bisa memilih. Sudah banyak pria yang menikmati tubuh ku. Tanpa membawa aku keluar. Hanya uang yang mereka lemparkan ke muka ku, setelah puas ‘bermain’ dengan ku.

Hingga, aku harus mati dalam kesendirian karena pekerjaan yang sudah aku lakukan. Padahal, pada usia seperti itu, aku harus merasakan duduk dibangu sekolah, belajar dan bermain dengan teman sebaya ku.
Yang ada, sejak kecil, aku hanya ditemanin lelaki hidung belang, teman kencan sesaat ibu ku.

Bahkan, jasad tubuh ku, tak ada yang peduli. Hingga, harus mengeluarkan bau busuk. Baru ada orang yang menguburkan ku. Ini bukan salah ku, ini bukan salah dunia. Ini salah orang yang ada disekeliling ku, yang tidak mau mengulurkan tangan dan menolong ku agar aku tidak terjerumus dalam kelam hitam ini.

Tidak ada orang yang mengatakan, ini tidak benar untuk dilakukan dengan tulus. Yang ada hanyalah cacian dan makian. Padahal, pada saat itu, aku belum mengerti apa yang dimaksudkan mereka.
Aku tidak membencinya, karena aku sudah tidak punya perasaan. Aku hanya kasihan pada orang-orang disekeliling ku. Didepan orang dia menghina ku, tetapi pada malam hari mencari diri ku. Untuk apalagi, kalau bukan menikmati ‘tubuh’ ku. Karena, dunia ini adalah abu-abu. Bukan, hitam-putih yang jelas.

Mereka semua hanyalah sekumpulan munafik yang berkedok suci dan bersih. Padahal, jauh dari lubuk hatinya yang terdalam, mereka adalah orang yang lebih rendah dari pelacur. Yang memang terus terang menjual diri untuk mempertahankan hidup. Karena untuk keluar dari lingkaran hitam sudah tidak bisa lagi.

Hal itu, dikarenakan sekeliling lingkungan yang dinamakan masyarakat, yang sok suci. Padahal jauh didasarnya, tak seorang pun bisa menebak, sebusuk apa hatinya. Dengan mudah mengeluarkan kata-kata kasar tanpa memperhatikan perasaan orang yang dihinanya.
Setidaknya, aku jauh lebih baik dari sekelompok orang yang mengatakan dirinya suci. Karena, ini bukan salah ku, Tetapi salah mereka.

(cerpen) Batam, 13 November 2006 http://hal-wanita.blogspot.com/2007/08/bukan-salah-ku.html

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health