Kenapa topik pernikahan selalu membuat aku tak nyaman. . . . . . Tahun 2010, kakak ku berencana menikah dengan pacarnya. Alhasil, di rumah pembahasannya itu melulu. Karena kaka ku harus menyelesaikan kontak kerja di Magdid sebagai Assisten Manager.

Bukannya aku anti ma pria, hanya saja belum. Gara-gara pembicaraan mengenai pria. Eh, aku keceplosan berbicara. Beberapa teman pria ku yang ku kenal, mau melamar aku tolak.

Terus terang, bukan karena aku tak butuh pria. Namun, aku masih belum siap mengubah dunia ku. Dan aku juga menyadari nobody perfect. Beberapa kawan lama, mengajak menjalin kasih secara serius --otomatis buntutnya ke wedding-- Ya, lagi-lagi ku tepis.

Sebagian dari mereka mengetahui sifat ku, terkadang childish, manja, dewasa, egois, entah sifat buruk or baik lainnya. Aku sendiri heran, napa bisa mengerti diri ku. Padahal, kadang aja aku merasa bingung dengan sifat ku yang bisa berubah dengan dratis tanpa ku sadari.

Kadang bisa bete tanpa sebab, suntuk tanpa alasan. Namun, beberapa kawan malah bilang, ''Hidup ku koq ngak pernah susah, selalu senyum dan bahagia,'' --Wow-- makasih deh.

Itu kan pandangan dan opini. Sedangkan aku merasa beban hidup ku itu berat. Namun, aku berusaha membuat hidup ku itu easy going. Balik ke wedding, em . . . . Beberapa sahabat pria yang berniat serius dengan ku, sering melontarkan pertanyaan. Kalau kamu jadi istri ku, kamu mau ngak ninggalin pekerjaan mu.

Terus terang, aku bilang sama mereka. Aku belum siap meninggalkan pekerjaan ku dan aku tidak mau menjadi 'ibu rumah tangga' biasa. Aku rasa, aku ngak bisa. . . Aku masih belum siap menjadi ibu rumah tangga yang hanya mengandalkan gaji suami. Aku ingin tetap bisa menjalankan semuanya, keduanya tanpa beban yang berat, karir dan rumahtangga.

Masalahnya adalah hubungan jarak jauh, lama-lama membosankan dan juga terkesan aku lom punya doi. Duh, nyebelin deh . . . . . Itu lain lagi, ada beberapa pria yang melamar diri ku tidak langsung dan mereka cukup mapan dalam bidang keuangannya, karena bekerja dan memiliki usaha. Lagi-lagi, mereka tidak satu lokasi dengan ku, salah satu diantara mereka agamanya sama dengan ku, walau beda dikit, yang pentingkan kristen. Nah, lagi-lagi aku harus mengikuti jejak calon suami ku, kalau dia di Jakarta, Balikpapan, aku harus mengikutinya, lalu bagaimana kehidupan pribadiku???

Ribet, untuk itulah aku lebih memilih --saat ini-- menjadi single dan berbahagia. Daripada berhubungan yang ada berantem tanpa jelas dan hubungan yang mengambang dan tak bisa satu pun maju. . . Capek deh.... Be single, be happy, do what you wanna do, that's life, life is easy going, isn't it?

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

4 komentar untuk Wedding Lagi2 Wedding...

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health

  1. wahhh mba' citra terus kapan nich

    BalasHapus
  2. hehe. . . masih lama mas Uki, maklum susah kalo dah nikah --kali aja--

    BalasHapus
  3. Yoi mba... life is going on without man, we still survive

    BalasHapus