Em . . . jelang Pemilu banyak bertaburan kegiatan sosial yang dilakukan para caleg, mulai dari berkumpul bersama warga hingga memberikan sumbangan, memperbaiki jalan hingga memberikan genset di pulau agar mendapat penerangan. Karena listrik belum masuk ke pulau tersebut. Hal yang paling mudah saja, membangun jembatan penghubung. . .

Semua dilakukan hanya untuk satu hal, menarik simpatisan warga dengan satu tujuan agar di pilih pada saat Pemilu lalu. Nah, dari hari ke hari seperti di ketahui, spanduk, kegiatan awal, rajin menghadiri kegiatan pemerintah maupun dilingkungan RT setempat pun dilakoni, walaupun mungkin dulunya mereka belum pernah mendatangi lokasi tersebut.

Ironisnya lagi, hasil dan upaya yang sudah mereka lakukan hingga menghabiskan jutaan hingga ratusan juta sia-sia. Suara yang diharapkan tidak sesuai. Nampak raut wajah putus asa, kesal, amarah. Untunglah mereka tidak sampai gila menerima kekalahan tersebut.

Ya, tidak mungkinkan seratus caleg, misalnya yang mencalonkan diri semua duduk di kursi dewan. Lha wong kursi tersebut cuma tersedia dua puluh lima, ya otomatis dari 100 yang tidak terpilih ya 75 donk. Tidak mungkin menambah kursi lantaran banyak caleg yang mendaftar. Katanya demokrasi, semua berhak memilih, tapi nyatanya koq gak dipilih atau suara yang diharapkan tidak sesuai ngambek. . .

Berarti gak demokrasi donk, selain itu berarti menolong minta pamrih donk. Bukannya seharusnya kalau menolong itu tanpa pamrih. Jadi ingat waktu SD, guru Pancasila mengajarkan, kalau menolong seseorang itu harus tanpa pamrih, iklas. Karena sebagai sesama manusia harus saling tolong menolong dalam kehidupan.

Nah, sekarang. . . lo pilih gue, gue berikan sumbangan. Pamrih kan itu namanya?? Lalu, bagaimana reaksi caleg yang suaranya tidak mencukupi kuota, padahal segala upaya dan uang sudah habis tuk menarik simpatisan suara dari kiri ke kanan, depan dan belakang. Eh, tau-taunya gigit jari.

Ini dia beberapa gambaran caleg yang 'balas dendam' tak perlu aku sebut siapa orangnya. Karena sudah tersebar juga di koran-koran, jadi kasihan kalau mengulang masa pahit itu. Em, di Batam, ada caleg yang merusak jembatan penhubung, lantaran tidak terpilih dilingkungannya. Di daerah Jawa lebih teruk lagi, tuh jalan sudah di aspal eh ternyata yang memilih tidak ada. Alhasil, tuh jalan kembali di bongkar yang empunya uang . . .

Sedih seh membaca dan melihat di berita baik elektronik maupun cetak semua mengupas hal tersebut. Mengenaskan bukan? Em, bagaiman di Tanjungpinang. Aku dengar, sayang gak punya bukti kuat. Beberapa warga bilang ada caleg yang menyumbangkan genset kepada warga, dan genset itu boleh di pakai, setelah Pemilu. Eh, rupanya suaranya cuma beberapa. Tuh barang di tarik empunya duit.

Sejujurnya, mungkin para rakyat atau masyarakat sudah pintar memilih calon yang benar-benar layak duduk di bangku dewan. Entah itu nantinya jadi kursi empuk atau panas. Yang mengetahuinya sendiri adalah mereka yang sudah duduk untuk periode yang lumayan.

Buktinya, dari sekian banyak caleg yang terdaftar di KPU dan menebar pesona, rupanya mereka hati-hati dalam memilih menggunakan suaranya agar benar-benar orang yang dipilih layak tuk dipilih. Bagi yang terpilih, selamat dan bagi yang kalah ini merupakan pembelajaran politik, kelak ke depan sudah lebih pandai lagi dalam melakukan trik dan bersosialisasi agar terpilih. Jika harapan tidak sesuai kenyataan, ya jangan menyerah dan menjadi stres, masih ada kesempatan.

Belajar dan mulai lah menjalin partisipan sejak dini. Jangan pas hari H sibuk mencari simpati. Tentunya, itu tidak lah efesien dan terbuktikan???

@ Citra Pandiangan

Tanjungpinang, 3 Mei 2009

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health