Dering ponsel Anne tidak berhenti. Padahal, Anne saat itu tengah bertekad untuk tidak mengangkat telepon dari siapa pun. Ia lelah, menjadi sosok yang sempurna, sosok yang tegar, sosok wanita karir yang mandiri. Padahal, dia sedang meratapi nasibnya yang kian suram.

Biasanya, hidup Anne sangat lah indah, menyenangkan. Bekerja dan memiliki bisnis merupakan impian yang sejak dulu ingin diraihnya. Entah, kenapa belakangan ini hidupnya terasa sunyi, hampa dan tidak berarti.

Mengerjakan pekerjaannya pun mulai setengah hati, bisnis yang berkembang pun mulai menyita waktunya, belum lagi deadline di majalah dwi mingguan yang harus disetor.

Selain itu, persoalan jodoh juga membuatnya sedikit gundah. Walaupun hal itu tidak terlalu masuk dalam perhitungan kamus dalam hidupnya. Karena jatuh cinta itu tidak pernah membutakan matanya untuk berpaling dari sesuatu yang sudah diyakininya sejak dulu.

Dering ponsel itu merupakan dering ke dua puluh. Sudah ada dua puluh misscall, saat Anne mencoba meraih ponselnya yang sengaja di letakan jauh dari kamarnya.

Berbagai nomor yang belum disimpan dan sejumlah nama muncul di layar ponselnya. Belum lagi pesan mail box dan SMS yang sudah menumpuk Anne tertarik dengan nomor ponsel yang menelponnya berkali-kali.

Anne mencoba menelponnya kembali, belum dering pertamanya, suara di seberang sana berteriak, cemas.

''Kamu kemana saja, kami cemas sudah beberapa hari ini gak ada online, chatting, kirim email, sms atau kabar,'' jeritnya.

Aku berdiam, menarik nafas. ''Nggak kemana-mana, di rumah saja,'' kataku masih dengan nada malas-malasan.

Perempuan diseberang itu pun kembali bersuara, ''Ini bukan kamu, bukan kamu yang biasanya. Ada apa?''

Kembali, aku terdiam dan mencoba merenungkan kata-katanya. Memangnya, aku sebenarnya itu seperti apa? Aku saja tidak pernah tahu siapa diriku sebenarnya, jati diriku dan masih banyak hal yang tak kupahami akan diriku sendiri. Tanpa, kusadari aku terisak, tanpa sebab, hampa.

''Kenapa,'' ujarnya lembut.

''Aku merasa jenuh, bosan dan hampa.''

''Memangnya, kenapa bisa sampai merasa seperti itu. Apa kamu sudah berserah? Mencoba yang terbaik dalam doamu?''

Aku tertegun. Ya, aku menyadari, belakangan ini, sudah hampir dua bulan aku tak pernah berdoa, pergi ke gereja pun hanya sebatas rutinitas yang wajib aku lakukan. Aku menangis, hanya karena ucapan yang sedikit namun menggena di hatiku.

Aku tidak sendirian di dalam hidup ini. Karena masih banyak orang yang menyayangiku apa adanya. Tinggal bagaimana aku lebih mendekatkan diriku padaNya.

''Anne, kalau kamu butuh di kuatkan, aku bersedia datang untuk berdoa bersama. Karena kamu tidak sendirian di dunia ini,'' ucap tulus sahabatku.

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health