By : moel

Dunia kepengarangan di Kepri memang tak pernah mati walau gairahnya kurang terasa. Kemunculan buku-buku baru, yang bersifat karya sastra, sejak sepuluh tahun belakangan dalam setiap tahunnya dapat dihitung dengan jari. Namun gairah itu mulai tumbuh kembali. Terutama di kalangan perempuan penulis di Tanjungpinang.

''Walau secara kualitas agaknya belum dapat disanding dengan karya-karya perempuan penulis era sebelumnya, tapi secara kuantitas perkembangan itu cukup nyata,'' ungkap Machzumi Dawood,'' sastrawan dan penulis yang tunak di Kepulauan Riau.

Tersebutlah nama Suryatati A Manan. Perempuan yang juga Wali Kota Tanjungpinang ini sejak jatuh hati pada puisi, telah mengeluarkan tiga buku masing-masing berjudul, Melayukah Aku, Perempuan Wali Kota dan Perempuan Dalam Makna. Tatik, sapaan akrab wali kota, termasuk penulis puisi yang produktif jika dibandingkan kesibukannya sebagai teraju negeri.

Masih dari Tanjungpinang, nama Aisyah Gustirani telah dulu dikenal sebagai penulis novel belia yang juga cukup produktif. Perempuan yang masih duduk di bangku sekolah ini telah menerbitkan sekitar empat judul novel yang kesemuanya dapat dijumpai di toko-toko buku. ''Satu judul lagi dalam pengerjaan. Insya allah, segera terbit,'' ujar dara manis ini beberapa waktu lalu.

Lalu ada nama Ruziana yang bernama pena Unizara. Sejak memenangkan sayembara penulisan cerita pendek yang diadakan Pemerintah Kota Tanjungpinang tahun 2007, wartawati ini sudah menerbitkan dua buku karya sastra antaranya, Novel Penyengat Aku Akan Kembali dan Perpustakaan Mini Tasya. Cerpennya berjudul KaTePe diterbitkan pemerintah dalam antologi cerpen dengan judul yang sama.

Nama Endang Purnamasari, dosen di Universitas Maritim Raja Ali Haji, juga patut dicatat sebagai penulis perempuan Tanjungpinang. Pertama kali muncul, perempuan yang hobi menulis meski disibukkan kegiatan lainnya ini, meluncurkan sekaligus dua buku, satu novel dan satu buku ilmiah.

Paling terbaru, nama Citra Pandiangan. Belum lama ini, perempuan yang juga tercatat sebagai wartawati koran lokal di Kepri ini meluncurkan novel berjudul Simpul Terujung. Novel yang didedikasikan untuk ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), ini, memotret kisah bagaimana orang-orang bisa terjangkit HIV/AIDS dan bagaimana masyarakat di sekelilingnya memperlakukan ODHA.

Citra, menurut penulis senior yang juga CEO Riau Pos Group, memiliki kekhasan gaya penulisan dalam novel ini. ''Lincah, perpindahan cerita cepat dan kaya pikiran dengan gaya bercerita modern,'' ungkap Rida.

Dalam karya sastra, unsur ekpresi, peluapan emosi, peluapan rasa hati, dan pertentangan pemikiran batin pengarang memang tidak akan pernah hilang. Unsur yang berkaitan dengan kejiwaan dan lingkungan pengarangnya akan muncul walau tanpa kita cermati dengan saksama.

Karya sastra bukan semuanya kenyataan. Bukan pula seratus peratus imajinasi. Juga, karya sastra bukan semata mengungkap hal-hal, peristiwa, kejadian yang berkaitan dengan kehidupan luaran, tetapi juga membungkus keadaan dan kehidupan dalaman si pengarangnya. Karya sastra terlahir dari kehalusan otak dan hati pengarangnya.

Novel Simpul Terujung, tentunya dilahirkan Citra dari otak dan kehalusan hatinya. Alur cerita yang terus mengalir terasa tak menjemukan untuk terus menelusurinya. Kepiawaian Citra bercerita, kata banyak tanggapan pembaca, inilah kekuatan Simpul Terujung yang membuat pembaca ingin menuntaskan bacaannya. Tak banyak memang penulis yang bisa menggiring keingintahuan pembaca. Tapi meski tak sempurna, Citra boleh dikatakan berhasil, setidaknya meningkatkan minat baca pada novelnya.

Kepada Sijori Mandiri, Citra mengungkapkan, akan terbit novel berikutnya yang merupakan bagian dari Simpul Terujung. ''Aku bercita-cita novel ini menjadi trilogi,'' katanya.

Karya penulis perempuan yang juga disebut-sebut akan terbit adalah novel milik Baiq Desi, juga wartawati koran lokal di Kepri. Sebenarnya, dari penelusuran yang dilakukan, banyak sekali penulis-penulis perempuan di Tanjungpinang khususnya, yang ingin menerbitkan karyanya. Tapi, kebuntuan jalan, utamanya soal cetak, inilah yang menghambat sehingga hasil tulisan dan buah pikiran mereka terpendam.

Ada banyak hal menjadi penyebab, antara lain, tidak banyak percetakan yang bersedia menjadi penerbit, dukungan dari pihak yang seharusnya mengapresiasi setiap karya yang akan lahir, pun minim. Selama ini, pengakuan dari perempuan-perempuan yang sudah menerbitkan karyanya, pemerintahlah yang menjadi sandaran mencairkan kebuntuan penerbitan. Itu pun, terkesan belum maksimal.

''Jika jalan untuk menerbitkan karya itu terbuka, maka dipastikan setiap bulan dalam satu tahun, karya-karya perempuan penulis di Tanjungpinang akan lahir dan lebih semarak. Secara kualitas pun, dipastikan bisa disandingkan dengan penulis-penulis yang sudah populer,'' ungkap Ruziana.

terbit Sijori Mandiri Minggu, 12 Juli 2009

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

2 komentar untuk Geliat Perempuan Penulis

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health

  1. wahh mantap .. tetep semangat mba nulisnya biar bisa jadi trilogi ^^

    salam kenal yach ...

    BalasHapus
  2. makasih ya atas dukungannya, semangat hehe ^_^

    BalasHapus