Bosan dengan lokasi perumahan yang sepi, Anne ingin mencoba suasana yang berbeda. Hidup harus penuh warna, itu prinsip kehidupan Anne. Karena itu, dia memutuskan untuk mengontrak rumah di lingkungan yang berbeda. Bahkan kondisi lingkungannya juga jauh berbeda dari tempat lingkungan perumahan yang nyaman dan sepi dari perumahannya.

Meski baru tiga hari tinggal di rumah kontrakan yang dempet dengan rumah tetangga sebelah. Anne sudah akrab dengan keluarga sebelah. Rumah munggil itu ditempati dua keluarga yakni mertua dan menantu wanita.

Awalnya kehidupan keduanya lancar, namun begitu si menantu sudah punya anak. Terjadi kesenjangan. ''Ann, sekarang ini susah,'' ujarnya saat bertandang ke rumah Anne.

Anne yang sedang membolak-balik majalah, langsung menutup majalah. Masih dengan tatapan bingung, ia memandang wanita putih yang ada di depannya itu. ''Maksudnya?''

Mulailah, Rina bercerita, sejak anaknya lahir, kelakuan mertuanya menyebalkan, khususnsya mertua perempuan. Sedangkan mertua laki-laki baik sama dia. Bahkan sama anaknya, maklum cucu pertama.

Kondisi rumahtangga mertuanya memang berbeda dengan kondisi rumahtangga yang lain. Mengingat mertua prianya memiliki istri dua dan lebih dominan tinggal di rumah istri lainnya. Setiap mertua prianya datang, si menantu di jelek-jelekin.

''Aku bingung, kondisiku sekarang beda saat aku belum punya anak. Anak aku masih kecil dan capek ngurusnya, keluhnya.

Rupanya aktivitas Rina yang biasanya membantu semua pekerjaan rumah dari mencuci, masak, membersihkan rumah, menyeterika baju. Jadi tidak bisa dilakukan semuanya. Jadinya mertuanya beranggapan dia malas.

Raut wajahnya yang suntuk dan putus asa nampak tergambar, ''Saya bingung benar lo Ann.''

''Ya harap maklum aja,'' katanya.

Saat itu Rina sedang menggendong putra pertamanya nampak sedikit bergoyang, menenangkan bayi dalam gendongannya. ''Aku cuma bisa bantu sebiasanya, tapi tetap juga dianggap salah. Akhirnya belakangan ini aku ngurung terus di kamar.''

Tatapan mata Anne pun berubah binggung, ''Maksudnya?''

''Begini, biasanya aku bantuin mertua masak or bersih-bersih jika anakku tidur. Sekarang tidak lagi, kesal aku. Mana capek.''

Itu bisa dimaklumin memang, sebagai tetangga Anne mengetahui betul kondisi Rina. Rumah berdempet, terkadang membuat Anne mau tidak mau terbangun dari tidur lelapnya. Dikarenakan bayi yang menanggis sepanjang malam.

Sebagai ibu tentunya Rina tidak mungkin tidak bangun. Pastinya, kasat mata pun akan nampak. Meskipun terkantuk-kantuk, ia akan menenangkan bayinya, memberikan apa saja agar anaknya itu terdiam.

Rupanya tindakan yang dilakukannya pun dianggap salah. Mertuanya melaporkan pada suaminya. Nama Rina pun jadi jelek dimata mertuanya yang lain. Padahal, dia tidak sepenuhnya salah. Mengingat ibu muda dan pengantin baru, butuh ruang privasi sendiri.

Anne menyarankan agar dia mencari tempat tinggal lain.

''Aku sudah bilang ke suami, tetapi dia bilang bersabar dulu. Padahal tidak ada masalah. Jika hanya makan pakai garam, yang penting hidup tenang,'' ucapnya lirih.

''Yang sabar aja Rin, namanya juga berumah tangga,'' ujar Anne.

***

Beberapa hari kemudian Rina datang ke rumah, wajahnya sedikit sumringah. ''Aku diberi nasehat An,'' katanya.

''Sama siapa?''

''Mertua perempuan satunya lagi,'' ucapnya semangat.

''Begitu,'' kataku sedikit penasaran, ''Memangnya dia beri nasehat apa?''

''Sifat mertuaku yang ini kan memang seperti itu,'' tutur Rina, ''Karena itu si ibu menyarankan kalau aku juga bermanis-manis. Sehingga kata-katanya tidak sesuka-sukanya menjelek-jelekan aku di depan mertua laki.''

Tatapan Anne makin bingung. Melihat ekspresi teman curhatnya tak mengerti. Rina kembali menjelaskan, biasanya saat si kecil tidur, aku tidak pernah keluar kamar, tetap berada di kamar.

''Pernah ada mertua laki datang, tanya aku dimana. Dengan ketus, mertua perempuan bilang kerjaku tidur terus. Padahal tidak, nah si ibu bilang aku harus pandai mencari titik agar aku tidak dijelek-jelekan lagi. Apalagi sampai dipojokin.''

''Begitu ya?''

Ia pun mengangguk mantap dan dengan mata berbinar. Minimal bebannya sedikit berkurang.


Masalah yang sangat umum dialami para pasangan muda, salah satu yang tersulit adalah menghadapi mertua! Kehidupan berumah tangga memang tak hanya membutuhkan saling cinta, tapi juga bagaimana keduanya mampu membaur dengan kebiasaan dan sifat orangtua masing-masing.

Setiap keluarga memiliki kebiasaan berbeda-beda, perbedaan inilah yang harus mampu dipahami dan disesuaikan. Terutama bagi pasangan yang masih tinggal satu rumah dengan mertua.

Wajar bila setiap orang mengalami takut dan tertekan dengan orang lain yang berbeda kebiasaannya, konflik antara mertua dan menantu sangat mudah terjadi apabila keduanya tak mampu menjalin komunikasi yang baik dan lancar.

Berikut ini permasalahan yang sangat umum menjadi pemicu antara mertua dan menantu, serta bagaimana cara mengatasinya:

- Kritikan
Baik mertua atau menantu kerap melancarkan kritik bila salah satunya melakukan kesalahan, baik langsung maupun kepada orang lain. Meski masalahnya sepele, namun kritikan yang menyudutkan akan memicu permasalahan yang cukup besar.

Bila memang kritikan mulai dianggap mengganggu dan menjengkelkan, ada baiknya untuk meminta pengertian untuk tidak lagi berkomentar mengenai kejelekan masing-masing.

- Kebiasaan Negatif
Setiap orang pasti memiliki kelemahan atau kebiasaan yang dianggap menyebalkan oleh orang lain, tapi bila kebiasaan tersebut kemudian terus diungkit tentu akan memicu terjadinya konflik.

Hadapilah semua perbuatan tersebut dengan santai dan responlah dengan senyuman, jaga emosi agar tidak terpancing. Bila tingkahnya sudah melebihi batas, cobalah bicarakan baik-baik padanya. Bisa melalui candaan maupun mengatakannya langsung dengan sikap sopan.

Agar hubungan antara mertua dan menantu bisa kompak dan saling menghormati, ada tiga hal yang bisa dilakukan secara bersama-sama, yaitu:

1. Menjaga Komunikasi
Komunikasi yang baik dan lancar adalah kunci utama dalam membangun kebersamaan antara mertua dan menantu. Cobalah jalin kebersamaan dengan saling memahami dan memaklumi kebiasaan satu sama lain, bila masing-masing saling menjaga sikap maka konflik pun bisa dihindari.

2. Saling Terbuka
Perbedaan latar belakang dan kebiasaan dua keluarga kadang menyulitkan untuk saling terbuka, namun ingatlah bahwa Anda berdua kini telah menjadi satu keluarga. Karena itu, mulailah jalin sikap saling terbuka satu sama lain. Baik hal prinsipil seperti keuangan dan kesehatan, hingga hal-hal sepele seperti masakan dan lainnya.

3. Jalin Kebersamaan
Utamakanlah acara bersama keluarga, baik keluarga sendiri maupun pasangan. Atur jadwal sebaik mungkin sehingga Anda bisa memberi waktu cukup untuk menjalin kebersamaan dengan keluarga besar pasangan. Selain dapat semakin saling mengenal, hadir di acara keluarga akan meminimalisir pandangan negatif orang lain terhadap Anda.

Menjalin keharmonisan antara menantu dan mertua memang menjadi tantangan tersendiri bagi pasangan baru, namun dengan memahami dan memaklumi karakter serta kebiasaan mertua, maka hubungan baik pasti akan terjalin dengan lancar. (berbagai sumber)

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

1 komentar untuk Mertua Menjengkelkan

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health

  1. Hubungan mertua - menantu adalah contoh klasik, saat seseorang menjalani fase hidup dimana periode rumah tangga sudah masuk kedalamnya maka ia dan siapapun yang ada didalamnya akan dituntut untuk bisa piawai mengelola konflik.. apalagi saat sesorangtersbeut dalam profesinya mengatur urusanyang lebih kompleks lagi.

    Sama halnya dengan urusan kenegaraan..semuanya bila ditilik lebih lanjut, sebenernya hampir sama dari contoh si mertua-menantu.

    Semoga kita semua bisa pandai mengelola konflik dan menjadikannya sebagai wahana menuju pribadi yang bijak.

    Salam hangat dari afrika barat!

    BalasHapus