Menikmatin hidup dengan traveling ala backpacker, impian yang mustahil bagi anak mama seperti aku. Apalagi aku belum pernah melakukan perjalanan seorang diri untuk ke tempat-tempat wisata selalu mengajak teman. Kali ini, aku terinspirasi untuk melakukan perjalanan tanpa berurusan dengan travel agent dan biarlah semua berjalan sebagaimana adanya.

Aku memutuskan untuk liburan sebulan penuh mengelilingi jawa dan tempat pertama yang aku kunjungi Bandung. Jakarta-Bandung tidak terlalu jauh walaupun buta akan Bandung tetapi aku tidak takut untuk berlibur ke kota kembang tersebut. Seperti anak ayam kehilangan induknya, aku benar-benar tidak tahu harus kemana dan menginap kemana, meskipun beberapa waktu sebelumnya melakukan riset di internet tetapi banyak informasi yang ditemuin tidak singkron satu dengan yang lainnya jadi mencoba mempercayai insting sendiri. Keluar dari station kereta api, aku sudah dibuat pusing, mencari tempat penginapan murah banyak orang yang tidak tahu. Alhasil aku putuskan aja mencari penginapan di Jalan Sumatera, tetapi nyasar ke Dago. 


Saat melihat penginapan Tomat aku meminta turun, tetapi aku benar-benaran terkejut. Saat hendak turun dari angkot, tas ransel yang aku taruh di depan dan koper kecil yang mau aku turunkan terlebih dahulu membuat keseimbanganku berkurang. Karena beban yang kubawa lebih berat dari yang kubayangkan. Aku jatuh tersungkur dan sumpah aku malu banget, rasa malu itu lebih menyakitkan dari rasa sakit fisik yang kurasakan. Pantatku nyondol ke depan. Untunglah badanku seksi, jadi tidak terlalu memalukan. Aku pun membayar angkot dan berlalu dengan senyum simpul beberapa penumpang dan supir angkot. Hari pertama yang melelahkan.

Kebayang nggak seh saat hendak pergi ke Tangkuban Perahu menggunakan angkot. Aku sudah bertanya dengan yakin dan pasti sama resepsionis hotel, bagaimana menuju Tangkuban Perahu. Informasi sudah ditangan dan dengan penuh percaya diri, aku pun menaikin angkot. Sebelum ke Tangkuban Perahu, aku mencoba mampir ke Bosca, lagi-lagi informasi yang didapat di internet benar-benar tidak BENAR. Aku perginya hari selasa, seharusnya buka untuk umum. Ternyata selasa memang buka tetapi khusus untuk group bukan perorangan, perorangan hanya bisa Sabtu saja. Kecewa oh kecewa rasanya, tetapi ya sudahlah mengobati rasa kecewa dengan selfie di depan gedungnya saja sudah cukup sebagai bukti nyata untuk pamer ke teman-teman.

Agenda pun dilanjutkan ke Tangkuban Perahu, seharusnya aku naik angkot Subang-Ledeng tetapi angkot itu tidak pernah mencul yang selalu nonggol ST.Hall-Rembang, ya sudah aku naik itu saja dan minta diturunkan di dekat pangkalan angkot yang menuju Tangkuban Perahu. Aku pun diturunkan di simpang menuju Cikolek. Naik angkot warna kuning, niatan ku hanya menuju sampai pintu gerbang Tangkuban Perahu makanya aku naik angkot karena niatan hati ingin jalan sampai ke gunung. Eh, aku merasa salah naik angkot karena angkot di belakang masih kosong dan tak lama kemudian ada satu orang pria naik juga, tampangnya ketahuan banget kalau tidak tahu apa-apa. Alhasil, angkot ini berjalan lebih dulu, padahal aku sudah niat untuk pindah ke angkot depan.

Brum-brum, angkot pun meninggalkan simpang menuju cikolek, mas-mas yang satu tujuan dengan aku pun menanyakan lokasi tempat tujuannya. Aku bilang aku tidak tahu. Karena memang tidak tahu, perjalanan pun terasa panjang dan perasaan hatiku kok ketar-ketir tidak enak selama perjalanan itu, tiba-tiba mas itu pun sudah sampai tujuannya. Saat supir angkot minta tariff 50K, aku pun terkejut kenapa mahal, seharusnya CUMA 5K doank. Aku pun segera turun, tidak benar ini pikirku. Aku turun dan memberikan uang itu kepada mereka (satu supir angkot dan dua kernet). 

Terjadi perdebatan sengit antara aku dan kernet, mereka bersikukuh aku harus ikut mereka ke Tangkuban Perahu, aku bilang tidak mau. Debatan itu pun berhasil aku menangkan, berkat bantuan mas-mas tadi. Aku pun pura-pura mencari makan di kawasan wisata cikolek dan setelah itu angkot berlalu. Aku pun kembali ke lokasi dimana aku minta berhenti. Aku menunggu angkot dengan perasaan was-was. Sendirian dan ditempat dimana aku belum pernah kesitu sebelumnya. 

Perasaan lega muncul, saat angkot merah mendekat. Aku berhentikan dan menanyakan tujuanku, tetapi si supir bilang tidak lewat. Angkot kedua pun datang selang sepuluh menit menanti, si supir lagi bilang tidak lewat, tapi salah satu penumpang wanita bilang hanya lewat sampai pintu gerbang Tangkubanperahu. Walah, miscommunication toh, niatanku memang cuma sampai pintu gerbang. Jadi lain kali kalau mau naik angkot bilang pintu gerbang Tangkubanperahu, jangan cuma Tangkubanperahu saja, mereka pikir mau dibawa sampai keatas. Lebih parahnya lagi, lokasi wisata cikolek dengan gerbang itu dekat. Kalau tau gitu aku jalan saja, dari pada nunggu angkot lama tidak muncul-muncul. Cuma dua menit, sudah kelihatan tuh gerbang.


Lagi-lagi disambut para pencari nafkah yang menawarkan jasanya, aku tolak semua jasa ojek, tetapi ada satu orang yang bersikukuh dan menawarkan harga yang masuk diakal, PP 100K. Ya sudahlah, aku pun mengiyakan. Rupanya sangat tidak enak hire ojek PP. Kemana aku pergi diikutin, benar-benar tidak bebas. Walaupun ada plus dan minusnya, tetapi aku jadi tidak bisa berlama-lama menikmatin pemandangan. Baru tiba disatu sisi sudah diajak ke sisi lain, dongkol itulah yang kurasakan dalam hati. Pengalaman jadi turis lokal yang sial tak terlupakan. 

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health