Suasana rumah Anne yang sederhana dan terletak jauh dari pusat keramaian berbeda dari hari biasanya. Karena beberapa kawan lama datang berkunjung untuk sekedar melepas kangen dan berbagi pengalaman yang tak pernah dilupakan, mulai dari pertemanan sekolah hingga kuliah. Tentunya merupakan hal yang jarang terjadi masih bisa saling berhubungan. Meskipun memiliki berbagai kesibukan masing-masing.

''Di lemari es mu ada apa aja Ann,'' tanya Ririn sambil membuka lemari es. Saat melihat isi kulkas, ''makanan apaan aja neh, dasar kamu nga berubah'',

''Ya, biasalah, ngak sempat belanja. Malas gue ke mall. Tapi banyak cemilannya kan, kalau tuk masak..,'' kata ku terhenti. Sebab, Lilis dan Inne langsung menyehut, ''No Way,''

''Kalau begini terus kapan lo married,'' tanya Inne sambil menjitak kepala ku.

''Aduh, sakit tahu. Memangnya pria menikah untuk cari pembantu apa, untuk memasak dan membersihkan rumah. Enak betul donk tuh pria. Kalau gitu, aku cari pria yang bisa masak dan bersihkan rumah, ada ngak ya,'' tanya ku sambil mengangkat dagu ku tinggi.

''Dasar lo,'' kata mereka sambil tertawa.

''Mall jauh ngak dari sini,'' tanya Ririn dengan mimik wajah serius.

''Ngak terlalu jauh ko. Untuk apa?,'' tanya ku balik.

''Ya, belanjalah. Kita bakar-bakar yuk,'' ajak Ririn yang memang gemar memasak.

''Malas ah, mending beli jadi aja ya. Ngak repot, cepat dan praktis lagi,'' tolak ku sambil nyegir.

''Ayolah, sekalian jalan-jalan. Kan beda masak dan beli sendiri. Ingat, kami besok dah harus balik lagi neh ke kampung masing-masing,'' ungkap Inne sambil tertawa lepas, ciri khasnya.

Disetujuin Lilis. Tiga lawan satu, ya tentu saja satu kalah. ''Ya sudah, yuk kita pergi,'' ajak ku akhirnya.

Sepanjang perjalanan ke Nagoya Hill untuk ke swalayan, kami terus saja bercanda dan tertawa hingga disimpang Jam, ada anak kecil menawarkan koran dan kami membelinya. Judulnya mengenai kasus pemerkosaan.

''Wah, sadis banget seh. Masa pacarnya diperkosa seperti itu,'' ucap Lilis sambil membaca baris tulisan yang ada di koran tersebut.

''Coba mana,'' rebut Inne. ''Tega banget seh, tuh cowoq,'' ujarnya setelah membaca koran itu.

Tiba-tiba Ririn yang selesai menerima telepon pun berkata, ''Kalian inget ngak ceritanya, kawan kita yang mau diperkosa. Untunglah tak jadi,''

''Makanya, kita harus hati-hati, meskipun sama orang yang kita kenal baik, belum tentu baik. Apalagi sama, orang yang baru dikenal,'' ujar Ririn tanpa henti.

Membuat ku tersentak, jadi ingat pengalaman Santi, teman kuliah dulu.

***

Waktu itu, liburan Idul Fitri, Santi yang enggan pulang kampung pun memutuskan untuk tetap berada di kos. Padahal, orangtuanya sudah mengajak untuk pulang. Namun, karena berbagai alasan, ia pun memilih tetap berada di Surbaya. Rencananya ia mau jalan-jalan ke Jogja, tetapi karena enggan ia pun lebih memilih berada di kos-kosan. Di kost-kostan masih ada beberapa kawan yang belum pulang ke rumahnya masing-masing.

Ponsel Santi pun berdering dan kawan satu kampungnya pun menelpon dan menyuruh santi nginap di rumah kontrakanya selama liburan yang lokasinya jauh dari tempat tinggal Santi. Santi memilih kost yang dekat dengan kampusnya. Kegiatannya hanya seputar kampus dan mall yang tak terlalu jauh jaraknya. Kalau disuruh ke daerah Surabaya utara atau lainnya, dijamin bakal nyasar.

''Kesini ya, nginap di tempat ku aja. Ramai-ramai koq, ada Susan juga,'' ujar Ranie.

''Ya, sudah mana alamatnya,'' tanya Santi sambil mencatat alamat yang diberikan Ranie. Begitu hubungan terputus, Santi pun bingung mau kesana. Ia pun mencoba menelpon beberapa kawannya, ternyata sudah pada pulang. ''Aduh, bagaimana ini,'' pikir Santi, mana beberapa kawannya juga sudah pada mau pulang, membuatnya makin panik. Apalagi kost-kostannya berjumlah 25 kamar, tingkat dengan bentuk bangunan U membuatnya makin merinding.

Ditambah, cerita beberapa kawan kostnya bahwa kostannya berhantu, membuatnya makin tak nyaman. Disaat itu, ponselnya berdering, ia pun mengangkatnya. ''Hello,'' sapa Santi dari ponselnya.

''Santi ya?,'' tanya pria disebrang sana.

''Benar, ini dengan siapa ya?,'' Santi balik bertanya.

''Ini dengan Wandi, masa lupa seh. Kita yang ketemu di mall waktu itu. Ingat ngak,'' tanya Wandi balik.

''Oh, iya,'' ucap Santi berbohong.

''Aku mau main ke rumah mu, bisa ngak?,'' ujar pria yang bernama Wandi itu.

''Aku mau pergi ke tempat kawan ku,'' tolak Santi halus.

''Bagaimana kalau aku antar, kamu mau ngak,'' ujar Wandi menawarkan bantuan.

''Ngak usah. Karena aku juga lagi nyari-nyari alamat rumahnya. Aku juga ngak tau. Ntar aku naik taksi aja,'' kata Santi.

''Sudah ngak perlu, biar aku antar ya. Mana alamat rumah mu, biar aku kesana,'' kata pria itu lagi.

Setelah berpikir beberapa saat, Santi pun menerima tawaran itu sambil memberikan alamat tempat tinggalnya. Selang satu jam, pria itu pun datang bersama dua teman prianya juga. Santi yang ragu-ragu untuk pergi pun berusaha menolak. Tetapi, pria itu berhasil menyakinkannya untuk pergi bersama dengannya aman. Santi yang sudah sendirian di kost-kostan itu pun menerimanya tanpa ada rasa was-was. Karena ia melihat pria itu baik.

Mereka pun berputar-putar mencari alamat rumah Ranie di Surabaya Utara. Dari mulai jam 3 sore hingga jam menunjukan pukul setegah tujuh malam. ''Aku capek neh, kita pulang dulu ya. Kost-kostan kami ngak terlalu jauh koq dari sini,'' kata Roma, teman Wandi.

''Aku, turun aja lah disini,'' kata Santi cepat.

''Ngak usah, ntar kita cari lagi. Kamu telepon aja kawan mu, kasih tau letaknya dimana,'' saran Andi.

--fiktif--

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health