Hari ini suasana hati Anne sedang tidak baik, banyak masalah yang menimpa dirinya. Namanya juga manusia, Anne hanya lah manusia biasa yang terkadang lepas kontrol pada dirinya sendiri. Sepanjang hari ini dirinya uring-uringan tidak menentu. Akibatnya, pekerjaan jadi tidak lancar. Tidak hanya hari ini saja, tetapi sudah beberapa hari. Kini, Anne sedang merenung di sebuah cafe yang tidak jauh dari tempat butiknya. Ia belum mengerjakan kolom yang seharusnya dua hari lagi, ia harus kirim ke majalah.

Saat asyik memandang hamparan luas parkiran, Anne tidak bisa berpikir. Ada perasaan sesak dihatinya. Karena sejak dari pagi hingga sore ini setiap kata yang ia keluarkan dari bibirnya selalu menyinggung orang lain. Milk shake yang dipesannya pun, tidak ia sentuh.

Ia tersadar dari lamunannya, ketika suara ponselnya berbunyi. Ia melihat pada layar kaca, Iin sedang menelponnya. ''Hallo,'' jawab Anne enggan.

Terdengar suara terbatuk kecil di seberang sana, ''Apa kabar?'' suara itu terdengar riang.

''Baik, kamu.''

''Sama, syukur kalau begitu,'' ucap Iin. Suasana hening, ''Aku mau cerita boleh?''

Sebenarnya saat itu Anne enggan mendengar orang curhat, namun ia mengurungkan niatnya saat Iin ingin bercerita. ''Mau cerita apa?''

Iin terbatuk kecil, ''Belakangan ini hidupku kacau. Semua yang aku kerjakan menurut perasaanku tidak ada yang benar. Aku kerap kali marah yang meluap-meluap tanpa sebab dan membuat takut karyawan dan menyakiti perasaan keluargaku.''

Anne terdiam, karena saat ini kondisi dirinya sama dengan apa pengalaman kawannya itu. ''Koq bisa kenapa?'' tanya Anne penasaran, lebih tepatnya ingin mendapatkan jawaban dari kasusnya sendiri.

''Aku juga tidak tahu, kadang aku menyesalinya namun tidak mau mengakuinya. Aku kesal dengan diriku eh malah membuat kelakuanku menjadi-jadi. Meskipun aku tahu, aku salah.''

''Terus?''

Iin tertawa, ''Semangat banget.''

Anne tertunduk malu, ia pun mulai mengaduk-aduk milkshake yang sudah mulai mencair es yang ada dalam gelas itu. ''Entah lah, mungkin saat ini kondisiku sama seperti kamu.''

''Maksudnya?'' tanya Iin tak mengerti.

''Saat ini aku bukan aku yang kukenal. Aku sering menyakiti perasaan orang lain. Karena itu jika kamu menyelesaikan ceritamu. Mungkin aku bisa mendapatkan solusinya.''

Butuh beberapa detik untuk bisa mendengar suara Iin dari seberang sana, ''Seperti bukan kamu Anne.''

Anne tertawa kecil, ''Aku kan juga manusia biasa.''

''Kamu benar, habis kamu terlihat hampir tak pernah punya masalah.''

Anne tersenyum, ''Tidak seperti itu kelihatannya.''

''Baiklah, sifat burukku ini entah semakin menjadi-jadi, aku putus asa, keluargaku tersakiti begitu juga orang yang berada di sekelilingku. Aku tidak mengerti apa penyebabnya, kukira mungkin dikarenakan aku terlambat datang bulan. Ternyata tidak juga.''

Anne masih sabar mendengar kawannya bercerita, meskipun ia sendiri tidak yakin apakah ia bisa mendapatkan solusinya. ''Terus bagaimana.''

''aku mencoba mengontrol atau mengendalikan diriku. Bukan perasaan atau emosiku. Awalnya susah, aku terus mencoba sambil mencoba berdiam terlebih dahulu sebelum mengungkapkan kata, satu atau dua kali memang tidak berhasil atau masih ada beberapa yang kusakiti, tapi aku sudah bisa mengurangi jumlahnya.''

Anne mencoba mencerna, ''Melakukan kontrol, penguasaan diri, tapi di saat dirimu sedang tertekan atau emosi akibat hormonmu yang sedang meningkat. Aku rasa mustahil.''

Iin tertawa, ''Benar sekali, aku mencoba menyalurkan emosiku dengan berolahraga, badan jadi capek, pikiran tak ada. Jadi masih bisa mengontrol diri. Memang susah, tapi akhirnya aku berhasil. Saat aku sedang PMS, aku tetap bisa mengendalikan emosiku.''

''Selamat ya.''

''Ann.''

''Ya.''

''Aku rasa kamu pasti bisa.''

''Terimakasih,'' ucap Anne, ''Maaf Iin nanti aku telepon. Aku harus segera menyingkir dari cafe, dah ramai orang. Tak enak.''

''Kamu masih seperti dulu.''

Anne tertawa ringan,''Ya kalau suntuk atau kesal. Paling enak nongkrong di cafe.''

''See you,'' ujar Iin memutuskan sambungan ponsel.

Sambungan ponselpun terputus. Anne melanjutkan lamunannya. Pemilik cafe sudah terbiasa dengan kehadiran Anne dan sudah tidak heran melihat Anne duduk berjam-jam di cafenya tanpa makan. Ia tidak merada dirugikan oleh Anne. Karena hampir semua bangku penuh dan silih berganti, tetapi Anne masih saja bertahan duduk di bangku berjam-jam.

Anne mulai merenung dan berpikir, emosinya belakangan ini meledak-ledak. Bagaikan bom waktu yang siap meledak kapan saja, meskipun percikan-percikan emosi sudah terlontarkan. ''Ya, aku harus mencoba mengontrol diriku. Bagaimanapun sulitnya, akulah yang bisa melakukan itu. Aku tidak boleh larut dalam suasana hatiku yang sedang tidak baik. Aku harus mencoba bangkit kembali.''

Sebagai manusia, terkadang kita sering lepas kendali terhadap perasaan dan tingkahlaku kita. Terkadang kita sadari tindakan yang kita lakukan menyakiti orang lain. Namun kita tak kuasa menolak untuk berbuat atau melakukan tindakan yang jelas-jelas kita akan sadari kita yang bersalah.

Kontrol diri memang sulit, mengikuti perasaan kadang ada baik dan buruknya. Namun sebagai manusia kita harus mencoba bersikap bijak dan peduli tanpa mengikuti perasaan yang kadang membuat kita menderita.

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health