Waktu terasa cepat berlalu dan semakin membuat Riana gelisah. Bulan
Oktober dalam hitungan hari akan segera digantikan bulan November.
Sejujurnya Riana merasa sedih dan hampa, karena beban perkataan yang
selalu dilontarkan orangtuanya.

Belum lagi di lingkungan pekerjaan dan sosialnya. Namun Riana
berusaha sabar dan menutup telinga. Karena setiap kali orangtuanya
membicarakan topik pernikahan dengan Riana selalu berakhir dengan
peperangan.

Sejujurnya hati Riana sakit dan hancur, tapi orangtuanya tidak
memahami dirinya seutuhnya. Orangtua Riana hanya menuntut dan menuntut
untuk ia segera menikah. Bukannya Riana tidak mencoba untuk membuka
hati pada pria. Tetapi masa lalunya selalu membuatnya merasa kecewa.

Setiap pria yang mendekati dirinya, semuanya memandang rendah
dirinya. Mereka menganggap Riana mudah untuk dijamah, apalagi di era
moderen seperti ini. Sedikit pria yang bertindak jantan dan menghargai
perempuan sebagaimana mestinya.

Bagaimana tidak, Riana memiliki tubuh yang menggiurkan bagi para
pria. Meskipun Riana tidak menggunakan pakaian seksi. Namun, bagian
tubuhnya lah yang selalu menarik para pria. Riana tidak berdaya untuk
urusan satu ini, karena memang takdirnya memiliki bentuk payudara yang
besar dan seksi tanpa perlu menggunakan oat-obatan. Banyak pria yang
menggodanya, membuatnya kesal karena merasa tidak dihargai. Ia
menginginkan pria menghargainya apa adanya. Bukan dari penampilan tapi
dari hatinya. Namun pria seperti itu sudah sangat langka untuk
didapatkan.


Kedua sahabatnya akhirnya menikah. Sangat disayangkan ia tidak bisa
hadir di pesta pernikahan. Karena izin cutinya tidak diberikan. Kantor
sedang mengalami kemajuan pesat, sehingga pegawai yang mengajukan cuti
tidak diizinkan hingga awal Desember. Padahal Riana sangat ingin hadir
di pesta sahabatnya. "Maaf aku tidak bisa datang ke pernikahanmu,
Ella," kata Riana saat mendengar sambungan teleponnya dijawab.

"Kenapa Riana? Padahal aku mengharapkan kamu hadir."

"Bosku tidak mengizinkan aku cuti. Kerjaan di kantor sangat banyak.
Tapi aku selalu berharap, kamu slalu berbahagia say, tetap semangat ya
dan sukses."

Dua minggu sejak pernikahan kedua sahabatnya, Riana merasa seperti
berada di neraka setiap berada di rumah. Kecaman hampir setiap saat,
tidak pagi, siang, sore maupun malam selalu dilontarkan. Perang mulut
tak pernah bisa dihindari lagi. "Sampai kapan kamu mau begini terus.
Kawanmu semua sudah memiliki anak dan sudah pada menikah. Mama malu,
anak mama tidak laku-laku!!"

"Malu sama siapa ma? Sekarang ini zaman moderen, perempuan yang tidak
menikah tidak dianggap tabu. Memangnya aku barang apa? Pakai acara
tidak laku segala!"

Mata mama semakin melotot karena kesal mendengar perkataan Riana.
"Mama saja seusia kamu sudah memiliki anak. Jangan terlalu memilih
nanti malah nggak dapat."

Riana hanya diam saja, Riana sudah bosan berdebat dan selalu berakhir
dengan kemarahan mama yang bagaikan gemuruh. Sedangkan Riana selalu
bersembunyi di kamar dan menangis seorang diri.

Bosan aku sejujurnya mendengarkan perkataan yang selalu memojokanku.
Tak ada kah seorang pun di dunia ini yang memahamiku sepenuhnya.
Memangnya menjadi single adalah kutukan? Perawan tua? Tidak laku?
Kenapa untuk yang satu ini, dilingkungan keluarga dan tempat tinggalku
dianggap hal yang tabu. Bosan aku menangis meminta jodoh dari Tuhan
setiap malam.

Tak seorang pun mengetahui jeritan batinku! Itu hanya antara aku dan
Tuhan. Tapi kenapa wanita single masih dipandang rendah? Katanya ini
sudah bukan zaman Siti Nurbaya? Tapi kenapa masih memikirkan
perjodohan dan pernikahan. Adilkah hidup ini? Adakah seseorang di luar
sana yang mengalami nasib tertekan seperti aku. Riana sedang menulis
di blog dan ia pun menulis mengenai tekanan menjadi single, sementara
teman-temannya delapan puluh persen sudah menikah. Bagaimana perasaan
menjadi single, tekanan yang dihadapi di rumah lebih besar dibanding
di luar.

Diluar bayangan Riana, ternyata di luar sana banyak yang mengalami
nasib yang sama seperti Riana. Mereka semua tertekan oleh lingkungan,
khususnya lingkungan di rumah sendiri yang malah memojokan dan
menghina mereka. Rumah yang seharusnya sebagai tempat yang nyaman dan
mendukukung malah menjadi tempat bagai neraka.

Riana membuat janji dengan beberapa teman yang meninggalkan pesan di
inbox-nya dan mereka membuat janji pertemuan akhir pekan ini. Jantung
Riana berdetak kian cepat, karena ia akan bertemu dengan beberapa
orang yang bernasib sama dengannya. Riana merasa bermimpi dan tidak
percaya bahwa ternyata di kota yang sama, tempat dimana ia merasa
tertekan batin, ada beberapa orang yang memiliki nasib yang sama
dengannya.

Jantungnya kian berdebar saat ia memasuki café yang berada di dalam
mall. Café yang biasa Riana kunjungi bersama sahabat-sahabatnya.
Tetapi kali ini berbeda, Riana akan bertemu dengan orang yang sama
sekali tidak ia kenal tetapi memiliki nasib yang sama. Riana
memperhatikan dengan seksama setiap melihat wanita yang masuk ke dalam
café seorang diri, mencari beberapa gambaran tiga wanita yang akan ia
temui.

Riana sangat terkejut saat melihat seorang wanita muda, cantik yang
menghampiri meja tempat ia telah memesan minuman. "Riana," sapa wanita
muda itu, "Aku Nania."

"Hi, silahkan duduk. Kita tunggu yang lainnya ya," balas Riana sambil
mempersilahkan Nania duduk. Tidak lama kemudian, Lulu dan Puspita
datang kepertemuan mereka.

Semua menceritakan kisah yang hampir sama dengan Riana. Nania adalah
wanita muda yang baru berusia 25 tahun tetapi orangtuanya memaksanya
menikah secepatnya, tapi sayang Nania belum menemukan pria yang pas.
Sehingga ia harus menerima nasib dilangkahi adik perempuannya yang
baru berusia 22 tahun. Sedangkan kisah Puspita berbeda, ia sudah
berumur diatas Riana, usianya akan memasuki usia 36 tahun. Ia memiliki
usaha butik. Ia sudah pernah bertunangan tetapi pria yang ia cintai
menghamili wanita lain.

Sementara Lulu berusia sama dengan Riana tetapi kepedihannya lebih
tragis dibanding Riana. Lulu tiga bersaudara dan ia anak pertama dan
memiliki dua saudara laki-laki, adik pertamanya sudah menikah. Lulu
tidak hanya merasa tertekan oleh orangtuanya yang selalu menekannya
untuk menikah tetapi adik bungsunya juga. Adik bungsunya tidak
memandang dirinya. Karena ia belum menikah. Beban hidup Lulu terasa
berat.

Berbagi bersama dengan teman yang memiliki nasib yang sama ternyata
sangat melegakan Riana dan teman-teman barunya. Mereka bisa sedikit
merasa lega dan terhibur serta saling menguatkan satu sama lain.
Seiring dengannya waktu, mereka sering melakukan pertemuan dan
berbagai bersama persoalan yang mereka hadapi terkaitnya status
mereka, wanita single. Akhirnya mereka memutuskan untuk membentuk
club, "The Singles Club" yang untuk sementara waktu anggotanya hanya
mereka berempat. Seiring waktu keanggotaan mereka akan bertambah.

"Wah, aku benar-benar merasa lega bisa bergabung bersama kalian dan
mencurahkan unek-unek yang selama ini aku pendam seorang diri.
Berbicara dengan teman yang sudah menikah, mereka malah menyalahkan
aku karena tidak menikah," keluh Lulu, pada pertemuan keempat.

"Masih mending," sahut Puspita, "Aku waktu ikut arisan dengan
teman-temanku. Mereka merasa dunia mereka sudah sempurna mungkin.
Secara tidak langsung mereka menganggap orang yang belum menikah
adalah orang yang malang." Riana tersenyum mendengarnya.

Karena Riana juga mengalami nasib yang sama, sejak kedua sahabatnya
menikah. Mereka memandang sinis Riana dan orangtuanya pun semakin
gencar menuntutnya. Bahkan beberapa kali sahabatnya tanpa disengaja
mereka menyakiti perasaannya. Kata-kata, "Untuk apa memiliki banyak
uang jika jauh dari suami." "Kebahagiaan sejati pada saat kamu sudah
menikah, seperti aku. Jangan tunda-tunda. Entar menyesal tidak cepat
menikah."

Setiap kali temannya berbicara seperti itu Riana hanya tersenyum saja
dan menyakinkan bahwa status single bukanlah akhir dari dunia. Karena
belum tentu pernikahan akan membawa kebahagiaan sejati. Meskipun pada
kenyataannya ada beberapa kasus pernikahan yang gagal. "

Ella, ada teman aku yang menyesal menikah terlalu cepat dan memiliki
anak. Meninggalkan karir dan ternyata karir suaminya juga tersendat,"
kata Riana,

"Tidak semua pernikahan itu mulus, begitu juga tidak mudah menjadi
single tetapi aku yakin dan percaya semua ada masa dan waktunya."



--
Citra Pandiangan
----------------------------------------------
www.diary-citra.blogspot.com
mobile +6281372019454
YM citra29111*

*Keep Smile and Spirit*
Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health