Selfie in Kawah Putih Bandung
Petualangan seorang diri atau menikmatin jalan-jalan seorang diri membuatku merasa bebas mengekspresikan waktu dan lokasi tujuan wisata yang aku pilih dibanding berjalan dengan teman yang ruang gerak terbatas karena ada banyak pilihan pendapat hendak kemana. Menikmatin keindahan alam Indonesia, saat ini masih berada di beberapa titik di Jawa Tengah, Lombok dan Bali malah menimbulkan rasa nasionalismeku terhadap kekayaan dan kebudayaan Indonesia.




Satu hal yang aku banggakan sebagai warga Negara Indonesia yakni warga Negara Indonesia terkenal dengan keramahtamahannya, friendly, tentu saja hal itu benar dan bukan hanya isapan jempol saja. Sedikit dari mereka yang tidak peduli terhadap orang lain. Namun kebanyakan mereka peduli. Aku merasakan sendiri saat melakukan pertualangan 31 hari + menjelajah beberapa titik wisata daerah di Indonesia. Aku menemukan keramahan yang tidak sedikit, kepedulian yang tidak hanya sekedar omong kosong. Hal itu tidak hanya terjadi sekali tetapi berkali-kali. Awal menginjakan kaki ke Bandung, aku tidak tahu harus menginap atau mencari penginapan murah dimana. Aku hanya mendapatkan sedikit petunjuk dari teman yang sudah pernah berpetualang tetapi buta akan peta dan bingung karena tidak ada arahan. Aku terpontang-panting bagaikan domba kehilangan kelompoknya. Alhasil, masyarakat setempat memberikan petunjuk. Terus pada saat aku tersesat di hutan “DAGO” mereka, penduduk setempat dengan keramahannya menunjukan jalan kemana aku harus bertemu dengan jalan setapak pertama yang harus kulaluin kembali untuk menuju jalan utama.

Sungguh kepedulian dan keramahan yang luar biasa, tidak hanya di Bandung. Saat aku berada di Yogyakarta, saat itu benar-benar 50:50 antara wisata mancanegara dan wisata lokal. Aku memang menikmatin makan di angkringan saat berada di Yogyakarta, khususnya menikmatin kuliner khas Yogyakarta yakni nasi gudeng. Para pedagang disana juga sangat ramah dan kami pun bercakap-cakap, mereka juga tidak menarik keuntungan lebih bagi turis mancanegara saat mereka makan di stand mereka. Walaupun para pedagang tidak mengerti bahasa Inggris tetapi sebagian turis menanyakan harga dengan menyuruh mereka mencatat dan mereka menunjuk makanan yang mereka mau dan menanyakan harganya, sebelum membelinya. Rasanya, aku patut bangga menjadi bagian Indonesia. Rasa nasionalisme itu bisa tumbuh dengan seiringnya kita memahami akan perbedaan bahasa dan saling peduli terhadap rasa kenyamanan dan keamanan bersama.

Japanese Tourist Present Gamelan Show
Pernah sewaktu aku mencari tempat penjahit, kebiasaan wong Yogyakarta selalu menyebutkan wetan, kulon dan sebagainya. Terus terang aku tidak mengerti dengan bahasa ini. Mereka dengan penuh semangat memberitahukan aku ya terus terus lalu wetan atau kulon nah disitu tempatnya. Alhasil, aku cuma mangguk-mangguk dan hanya tersenyum simpul sambil berkata dalam hati, “beton ngertos pake, tidak paham aku pak” tetapi aku hanya mencoba menelusurinnya. Alhasil, meski sedikit tersesat akhirnya ketemu juga. Perbedaan bahasa, perbedaan suku dan tempat bukan lagi alasan untuk saling bermusuhan dan tidak peduli. Perbedaan adalah warna kehidupan dan hidup akan terasa nikmat dengan perbedaan itu. Bayangkan saja jika menonton televisi masa orde lama yang hanya memiliki dua warna hitam dan putih. Sungguh hambar dan tak menyenangkan bukan? Tetapi saat menonton televisi dengan beragam warna akan menarik. Begitu juga dengan Indonesia dengan perbedaan budaya, bahasa, suku dan lokasi wisata malah menjadi daya magnet tersendiri bagi Indonesia.

Amazing Sawun beach at Lombok Island
Tidak heran banyak turis manca Negara mengangumi perbedaan antar suku dan budaya membuat warna wisata Indonesia semakin menarik di mata dunia. Tidak hanya itu saja, alam dan kemengahan semuanya merupakan satu paket yang tidak bisa dilepaskan dari rasa nasionalisme dan kepedulian. Bayangkan saja dari berbagai suku dan Negara memiliki keinginan yang sama untuk mendaki gunung berapi atau sekedar mengejar matahari terbit diatas gunung Bromo. Semua keindahan akan mencerminkan rasa bahwa kita bangga menjadi bagian dari Indonesia yang kaya akan kekayaan alam dan perbedaan yang membuat semuanya indah dan bermakna di mata dunia. Kejenjangan sosial dan perbedaan tidak terlihat saat kita semua baik dari daerah mana pun saat berada di puncak gunung bromo yang dinginnya menusuk kulit. Meskipun telah memakai pakaian berlapis-lapis tetapi saat matahari mulai menampakan sinar keemasannya sedikit demi sedikit, mereka saling bertepuk tangan dan kagum akan keindahan mentari yang dengan hitungan menit telah mengubah kegelapan disekeliling menjadi terang dan memperlihatkan ada apa dibalik kegelapan sesaat itu. Sebuah pemandangan yang ajaib. Jika kita resapin didalam hati, how beautiful and amazing Indonesia. Maka kita akan merasakan bahwa semua ini harus dijaga, bukan hanya untuk penduduk atau suku Tengger saja yang harus menjaga kelestarian lingkungan di Bromo tetapi juga kita untuk masa depan generasi baru yang harus bisa menikmatin panorama indah ini. Bukan hanya dongeng rakyat biasa tetapi semua itu nyata. Dengan rasa nasionalisme tentunya akan membuat kita menghargai kebersihan disekitar kita. Kita bukanlah turis di gunung bromo atau diberbagai gunung di berbagai pelosok Indonesia, aku sungguh merasa sedih saat membaca berita mengenai banyaknya sampah di gunung rinjani.

My friend at "virgin" beach at Lombok | Forget The Beach Name
Kemana kepedulian dan rasa nasionalisme itu. Kenapa tidak menjaga kebersihan akan keindahan alam kita sendiri? Kita patut malu, turis mancanegara malah peduli terhadap kebersihan alam Indonesia kita. Dengan seiring berjalannya waktu dan menikmatin pertualangan seorang diri, kita bisa menumbuhkan rasa saling peduli, rasa saling memahami diantara perbedaan suku dan budaya. Rasa nasionalisme itu akan tumbuh seiring dengan melihat masa depan Indonesia lebih baik lagi, tanpa pernah merasa bosan menikmatin panorama dipelosok Indonesia. Jalan-jalan seorang diri telah mengubahku menjadi sosok yang penuh dengan rasa akan kepedulian terhadap lingkungan makin tinggi. Tidak pernah malu menegur orang yang buang sampah, mengingatkan mereka bahwa masa depan Indonesia untuk generasi penerus bangsa masih panjang. Jangan rusak alam dan keindahan saat melakukan perjalanan berkelompok. Melainkan saling mengingatkan aka nada rasa nasionalisme itu. Gunung itu bukan hanya milik penduduk setempat tetapi milik bangsa Indonesia dan harus dinikmatin generasi penerus. Jangan sampai keindahan itu rusak dan yang tertinggal hanya foto dan cerita kenangan saja. 



NOTE : Tulisan ini disertakan dalam lomba ‘jalan-jalan nasionalisme’ yang diadakan Travel On Wego Indonesia

Malioboro Street Full of People from many levels

TAG: #WEGO17AN #LOMBAMENULIS #Jalan-Jalan #Nasionalisme

#Wisata ke Indonesia, Indonesian Friendly, Tourism Place Indonesia, Beautiful and Wonderful Indonesia Culture and Nature | Famous Mountain in Indonesia | Volcano Mountain |

Artikel Terkait:

Silakan pilih sistem komentar anda

Jadilah orang pertama yang berkomentar!

You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health